Hari Kamis (17/05/2007) kemarin, pas kebetulan hari libur (walaupun tidak dapat cuti nasional), saya pergi ke toko alumunium untuk membeli rel korden di daerah Widuran – Solo. Mendekati perempatan Panggung, sudah kelihatan bahwa ada antrian panjang kendaraan menuju pintu perlintasan KA di dekat Pom Bensin Ledoksari.
Wah, macet nih, bakalan lama. Tapi karena jalan yang lain harus memutar mendingan ikut ngantri saja, sambil lihat kereta lewat. Hehehehe.. soalnya kalau dari rumah cuma kedengeran suara kereta-nya dan suara tang ting tung dari horn-nya stasiun Jebres. Ditungguin lama kok ga nongol-nongol ya. Tapi ya santai saja, biasanya memang kalau baru ditutup, berarti kereta baru mulai berjalan dari stasiun Balapan. Tapi saya salah menduga. Pintu perlintasan sepertinya sudah ditutup lama, sehingga banyak pengendara motor yang mengklakson penjaga perlintasan agar membuka palang. Maklum juga sih cuaca panas.
Waktu saya noleh ke kanan, ternyata ada bendera kuning dan ada beberapa pekerja sedang membenahi rel KA. Sepertinya berkaitan dengan bantalan rel. Penjaga perlintasan keluar dari posnya dan mendekati para pekerja, tidak jelas apa yang mereka katakan, tetapi sepertinya meyakinkan apakah rel sudah bisa dilewati. Dua kali dia bolak-balik ke pos dan saat dia akan kembali ke pos setelah melakukan pengecekan, ada seorang pengendara motor yang meneriakinya. Tidak jelas yang diteriakkan, tetapi ada kata umpatan yang benar-benar terdengar jelas yaitu “A*U”. Si penjaga pun menoleh dan berkata sesuatu, tapi segera dia kembali ke pos. Tidak lama kemudian, sebuah rangkaian KA bergerak perlahan mendekati perlintasan, dan saya lihat tepat di daerah yang sedang dibenahi, gerbong KA terlihat miring.
KA dengan sukses melintasi perlintasan menuju ke Stasiun Jebres yang berjarak kurang lebih 200 m dari perlintasan. Penjaga perlintasan membuka pintu perlintasan, si pengendara motor itupun segera tancap gas, dan saya pun menyempatkan diri melihat wajahnya.
Memahami Porsi
Ini bukan masalah porsi makan atau minum, tetapi memahami porsi pekerjaan dan bagaimana orang laian bekerja untuk keselamatan kita. Coba bayangkan kalau misalnya si penjaga perlintasan membukakan pintu hanya untuk menuruti bapak emosional yang tidak tahu cara berbicara dengan bahasa manusia itu. Pastilah bakalan kacau, bisa jadi ada yang ketabrak kereta, atau ada yang menabrak kereta.
Saya yakin bahwa si petugas harus menutup pintu lebih awal karena dia perlu mengetahui apakah rel sudah aman untuk dilalui dan memberikan informasinya ke stasiun sebelumnya (Balapan). Jika tidak dikonfirmasi, bagaimana kalau kereta terguling atau keluar lintasan? Siapa yang bertanggung jawab? Ujung-ujungnya si penjaga juga yang kena kan?
Sering kita tidak bisa melihat porsi pekerjaan orang lain, atau orang lain tidak bisa melihat porsi pekerjaan kita. Kita melihat pekerjaan orang lain itu enak, bisa santai, dapat bonus, gaji gedhe. Tapi tidak melihat tanggung jawab dan level pekerjaan orang itu. Atau mungkin orang lain melihat kita bekerja sedemikian enak, dapat libur, bonus, gaji gedhe, cuma di depan komputer saja, tetapi tidak melihat bahwa apa yang kita lakukan sebenarnya untuk memperingan dan mempermudah pekerjaan mereka.
Jadi memahami porsi itu penting, dan saya harus berusaha memahami porsi saya dan porsi orang lain agar tidak memakan jatah orang lain. Apakah Anda sudah memahami porsi diri Anda dan orang lain?
Orang jawa bilang “Wang Sinawang“… Saling Melihat