Sesuai janji saya pada posting sebelumnya tentang berita kelahiran putri pertama saya (Khairunnisa Arelli Putri), berikut kronologi lahirnya Nisa.
Berhubung sudah lewat dari HPL (Senin -12 Februari 2007), maka Selasa 13 Februari 2007, kami pergi ke dokter Sulis untuk memeriksakan kehamilan istri. Saat periksa sebelumnya, memang sudah diberi pesan kalau sudah HPL dan belum lahir memang diminta untuk kembali dan memeriksakan apakah air ketuban masih cukup untuk menunggu 3-7 hari.
Kami berpapasan dengan dokter Sulis di halaman tempat praktenya, dan katanya beliau mau ke PKU dulu untuk membantu pasiennya yang melahirkan. Ya sudah, kami menunggu sekitar 1 jam sampai beliau kembali. Selama menunggu itu, si bayi di dalam perut terus menerus bergerak dan terasa kencang dan sakit. Tiba giliran istri saya.
21.00
Dokter Sulis menyapa kami dan bilang.. “Lho kok belum lahir? Temen-temennya sudah lho. Saya tunggu-tunggu. Mari saya lihat dulu”.
Dan inilah saat yang tidak kami duga sebelumnya, walaupun kami punya feeling kalau si bayi akan lahir pada malam itu. Layar USG menunjukkan bahwa air ketuban sudah menipis, dan hanya cukup sampai Rabu pagi. Karena tekanan darah istri tinggi 100/140 dan ada gejala Pre-Eklampsia dibarengi dengan sedikitnya air ketuban, maka proses kelahiran tidak bisa dilakukan dengan normal, walaupun dipacu. Dokter menyarankan agar dioperasi sesar malam itu juga atau Rabu pagi jam 08.00. Istri saya bertanya tentang akibat yang terjadi oleh pre-eklampsia. Tangisnya pecah setelah mendengar bahwa pre-eklampsia dapat menyebabkan ibu kejang-kejang dan bayi meninggal. Untungnya dokter Sulis cukup sabar dan memberikan dukungan bahwa bayi bisa dilahirkan dengan cara Sesar. Dokter menyarankan agar kami segera ke PKU agar si bayi dan ibu bisa diobservasi dan dilakukan uji lab.
21.30 – 24.00
Kami tiba di PKU. Kebetulan jaraknya dari tempat dokter Sulis tidak jauh. Kurang dari 10 menit sudah sampai. Saya melihat raut kesedihan dan rasa was-was pada istri saya, dan tidak hentinya saya minta dia berdoa semoga Alloh memberikan kemudahan dan keselamatan kepada dia dan si bayi.
Kami menuju ruang bersalin dan memberikan kartu periksa kami ke perawat jaga yang ada di sana. Ruang bersalin sepi sekali. Tidak ada satupun ibu yang ingin melahirkan kecuali istri saya. Oleh perawat kami diminta menuju ke Lab untuk pengambilan sampel darah dan urin istri saya. Setelah pengambilan sampel, kami baru menuju ke wartel (saat itu kedua nomor hp kami memasuki masa tenggang) dan menghubungi orang tua kami untuk mengabarkan bahwa kami berada di PKU dan bayi akan dilahirkan secara sesar. Kami tidak ingin membuat panik orang tua dan mengatakan bahwa pelaksanaan operasi akan dilakukan berdasarkan hasil uji Lab dan kondisi bayi. Saya menghubungi rekan yang jualan pulsa untuk mentransfer sejumlah pulsa ke nomor saya. Thanks Yanto, bayarnya ntar dulu ya. Kurang dari 1 menit sejak saya menutup telpon, pulsa sudah masuk. Sehingga kami bisa keep in touch dengan orang tua di rumah.
Kami kembali ke Lab dan petugas Lab menyodorkan print-out biaya uji lab dan meminta kami membayarnya di kasir. Kami ke kasir dan langsung bilang kalau kami tidak bisa membayar saat itu, karena kami ke PKU hanya membawa sisa uang periksa. Kasir menanyakan apakah akan opname atau tidak. Saya jawab kalau akan opname karena malam itu harus sudah diobservasi di ruang bersalin. Oleh kasir, kami diminta kembali ke Lab dan bilang kalau akan opname. Di Lab, oleh petugasnya kami diberi jelaskan bahwa hasil uji lab bagus dan diminta membawa hasilnya dan menyerahkannya ke kamar bersalin.
Ternyata perawat jaga di kamar bersalin sudah menerima informasi bahwa istri akan opname. Istri langsung diminta masuk ke kamar bersalin dan saya diminta mengurus pendaftaran rawat inap. Untung istri saya sudah menyiapkan KTP-nya di dompet saya jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga saya tidak bingung saat mengisi data dan nomor KTP. Yang bikin bingung adalah menentukan pilihan kelas kamar. Ada SVIP, VIP, Kelas I, II, dan III. Saya menanyakan apakah bisa menentukan kelas kamarnya belakangan, katanya tidak bisa. Saya telpon ke mertua dan menanyakan pilih kelas yang mana. Ternyata orang tua menyerahkan ke saya dan saya pilih kelas III. Si petugas pendaftaran bilang, kalau pelayanan dan perlakukan terhadap pasien tidak dibeda-bedakan menurut kelas. Yang beda justru malah biayanya. Jadi mau VIP atau kelas III, treatment-nya sama, cuma biaya treatment-ya yang beda. Ini yang saya suka.
Selang bentar istri nyusul dan bilang kalau detak jantung bayi normal dan diminta puasa. Ya sudah, kami kembali ke ruang bersalin dan menyerahkan berkas pendaftaran. Perawat menginformasikan bahwa operasi dilakukan Rabu pagi jam 08.00. Di ruang bersalin ada beberapa dokumen yang harus saya tanda tangani, saya tidak ingat dengan jelas kecuali satu, yaitu pernyataan menyerahkan penanganan persalinan ke PKU. Bismillah dan saya tanda tangani semua. Perawat memberikan kartu periksa PKU dan tas berisi peralatan mandi: washlap, sikat gigi, sisir, sabun dan odol. Setelah itu kami minta ijin untuk keluar mencari makan, karena istri harus sudah puasa mulai jam 12 malam. Saya menelpon mertua dan menyampaikan bahwa operasi dipastikan Rabu pagi jam 08.00 dan kalau beliau mau ke PKU, saya nitip tas berisi baju yang sudah kami siapkan jauh-jauh hari supaya dibawakan sekalian.
Jam segitu nyari warung buka agak susah, yang ada hanya warung nasi goreng (yang meragukan) dan sate madura tipe kapal. Kami beli es teh di warung nasi goreng, tapi makannya sate ayam di pinggir jalan. Eh kami ketemu dengan seorang bapak yang istrinya baru saja melahirkan, dan ternyata istrinyalah yang dibantu oleh dokter Sulis. Istrinya melahirkan normal tapi dengan dipacu terlebih dulu.
Melihat ke jalan, ternyata mertua lewat naik motor, saya lambaikan tangan dan setelah parkir, mereka langsung menuju ke tempat kami makan sate. Sayang sekali saat mau pesan lagi, ternyata satenya sudah habis, tinggal lontong.
Sudah hampir jam 12 malam, saatnya istri kembali ke ruang bersalin, istirahat, dan berpuasa. Setelah istri dipasangi gelang pasien, bayi kembali dipantu detak jantungnya dan istri diminta mencatat jumlah gerakan bayi dengan cara menekan tombol yang terhubung dengan alat pemantau detak jantung bayi. Alat ini sepertinya berbasis USG, tapi result-nya dalam bentuk suara. Sehingga detak jantung bayi kedengeran dengan jelas, seperti bunyi yang ditimbulkan kalau kuda berlari di jalan aspal. Denyut jantung bayi normal, ibu juga normal, tapi tensi masih tinggi. Saatnya untuk si ibu beristirahat. Istri tidur di atas, saya tidur di lantai beralaskan selimut dan jarik. Ruangannya ber-AC, jadi dingin sekali ditambah hanya ada kami berdua di tempat ruangan itu.
03.00
Istri dibangunkan oleh perawat untuk memantau detak jantung bayi. Alhamdulillah masih normal, sehingga jadwal operasi tetap seperti semula.
04.45
Setelah shubuh berjamaah, istri kemudian mandi, dan terus dipasangi infus. Anting dan kalung dilepas semua.
06.30 – 08.35
Mertua saya sudah datang. Saya ijin sarapan dulu, supaya ntar kalo musti nemeni saat operasi biar ga lapar. Saya makan di Bakso Kadipolo di depan PKU, baru makan bentar, istri saya bilang kalau dia sudah mau dibawa ke ruang bedah. Ya sudah, saya langsung saja kembali ke ruang bersalin dan ternyata sudah hampir dibawa.
Setelah masuk ke ruang bedah, saya tanyakan apakah saya boleh menemaninya. Perawat bilang kalau saya boleh menemaninya, tapi saya diminta menunggu dulu di luar. Ternyata ada 4 ibu yang akan menjalani operasi Sesar pagi itu. 2 orang sesar untuk anak pertama, 1 orang sesar untuk anak ke dua, satu orang sesar untuk ketiga kalinya. Istri saya giliran nomor dua.
Saya dipanggil masuk dan mendapati istri saya sudah siap dengan pakaian operasi. Ada seorang staff yang memberikan buku tuntunan doa kepada saya, dan kemudian mengajak kami berdoa bersama. Setelah itu saya diminta keluar lagi. Tapi sebelumnya saya berpesan ke istri, kalau nanti sudah mau dioperasi supaya bilang ke dokter minta ditemani suami.
Saya dan mertua menunggu di luar ruang bedah dengan cemas. Walaupun kami sudah pasrah kepada Alloh dan terus berdoa agar semuanya berjalan lancar.
Sekitar jam 8-an, ada perawat mendorong kereta bayi masuk ke dalam ruang bedah. Wah bayi siapa yang keluar duluan. Ternyata bukan bayi saya. Menunggu lagi..
Dan kembali ada perawat mendorong kereta bayi.
08.35
Pintu dibuka. “Suami nyonya Ellisa!”
Ada kereta bayi di dorong keluar dari ruang bedah. Di dalamnya ada bayi yang di dahinya masih ada selaput lemak. Di kereta ada tulisan: Ny. Ellisa Indriyani P / Arief Fajar N ByNy.
Wah ini bayi saya. Alhamdulillah dia sudah lahir. Tapi belum dibersihkan.
Oleh perawat dengan tergesa-gesa bayi didorong ke ruang PICU/NICU di lantai atas dan saya diminta menyertainya. Sampai di sana, saya disuruh duduk di ruang tunggu sementara bayi dibersihkan. Kemudian saya dipanggil masuk sambil dijelaskan tentang kondisi fisik bayi, yaitu berat-badan, panjang dan jenis kelamin.
BB : 2800 gr
Panjang: 50 cm
Jenis kelamin: Perempuan … tepat seperti hasil USG..
Lahir : 08.25
Setelah menandatangani beberapa dokumen dan surat penanggung biaya perawatan, kemudian saya meng-adzani dan meng-iqomati si bayi. Tercekat tenggorokan saya saat itu. Dada sesak pingin menangis. Mata sudah berka-kaca. Subhanalloh. Alhamdulillah. Inilah tanda kebesaran Alloh.
Hal yang akan saya ingat sepanjang hidup saya adalah saat si bayi menoleh ke arah saya dan matanya berkedip-kedip saat mendengar suara adzan saya. Segala puji bagi Alloh, Tuhan semesta alam..
Setelah mendengarkan pengarahan dari perawat dan menerima lembar bon obat, saya keluar dari ruangan dan tak henti-hentinya bersyukur. Saya menemui mertua saya dan saya bilang kalau saya mau ke apotik dulu ambil obat. Ternyata mertua saya malah meminta saya duduk menunggu istri saya keluar dari ruang bedah, dan beliau yang mengantri di apotik. Terima kasih Pak.
Saya dipersilahkan masuk ke ruang recovery, karena tidak dibius total, istri saya masih tampak ceria. Saya cium dan saya ucapkan terima kasih atas perjuangannya. Saya bilang kalau bayinya cantik seperti ibunya.
Istri saya keluar dari ruang bedah sekitar jam 12.00 dan segera dibawa ke ruang Annisa PKU Muhammadiyah Solo.
Saya biarkan istri saya beristirahat. Masih sakit karena jahitan. Tinggal nunggu pulih.
Oh ya, bayi dan ibu dipisahkan dulu perawatannya. Istri saya ketemu dengan bayinya baru pada hari Jumat, atau 2 hari setelah melahirkan. Padahal ingin sekali dia bisa melihat, mencium dan menyusui. Alhamdulillah ASI-nya lancar.
Nah itulah kronologi lahirnya Nisa. Doakan ya semoga menjadi wanita yang sholehah. Amin.
Posting-posting berikutnya bakalan tidak jauh-jauh dari Nisa. Mungkin tagline blog ini juga akan saya ganti 😀
Terima kasih sudah membaca dan berkomentar.